Judul Buku : Satu Tuhan Banyak Agama
Penulis : Media Zainul Bahri
Penerbit : PT. Mizan Publika
Cetakan : I, Agustus 2011
Tebal : xv + 535
Harga : Rp. 89.000,-
Penulis : Media Zainul Bahri
Penerbit : PT. Mizan Publika
Cetakan : I, Agustus 2011
Tebal : xv + 535
Harga : Rp. 89.000,-
Peresensi : Ashabul Fadhli
Sebuah pemikiran dan gagasan yang menarik. Begitulah sekiranya kata-kata yang dapat mewakili tulisan dalam buku ini. Buku yang lebih kental dengan kajian akademik ini mencoba mengeksplorasi suatu pandangan keagamaan secara konkret tentang konsep wahdatul wujud, the unity of being atau pluralisme agama.
Buku yang diterbitkan pada Agustus 2011 ini, menawarkan konsep kesatuan wujud yang dikaitkan dengan diskursus seputar pluralisme agama. Tuhan, alam, dan manusia pada dasarnya satu, yang berputar pada Tuhan sebagai wujud Absolout. Sekilas topik ini melahirkan kontroversial. Namun, dalam dunia akademis apa yang bagi masyarakat disebut kontroversial, sesungguhnya merupakan hal yang biasa-biasa saja. Karena ilmu pengetahuan berkembang justru ketika dihadapkan pada berbagai persoalan konteroversial untuk menemukan teori dan pemahaman baru yang lebih mendekati kebenaran.
Sebagai terbitan dari PT. Mizan Publika Jakarta, buku ini juga merupakan hasil disertasi penulis dalam meraih gelar Doktor pada sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Melalui buah karya yang telah berwujud buku ini, penulis yang juga dosen pada Fakultas Ushuludin dan Filsafat, mengulas tiga pemikir Muslim seperti Ibnu ’Arabi, Rumi, dan Al Jili yang konsen terhadap kajian kesatuan agama-agama dalam pandangan kaum sufi. Bagi penulis, pemikiran dari tiga tokoh di atas penting untuk diangkat. Hal itu dikarenakan Ibnu ’Arabi, Rumi, dan Al Jili adalah tokoh sentral dan menonjol dan amat signifikan atas konsep kesatuan agama-agama.
Pertanyaan tentang ”Bagaimana agama-agama bisa memiliki kesatuan secara esoterik (bathin)” tentu bisa sedikit menggilitik dan menjadi bahan pikiran bagi pengkaji agama. Bagaimana tidak, realitas umat beragama menunjukkan sangat tertutup dan enggan berkomentar untuk hal semacam ini. Namun hal tersebut berbanding terbalik ketika buku yang diberi judul ”Satu Tuhan Banyak Agama”, mengkajinya secara serius dan mendalam. Dengan pembahasan panjang yang dikelompokkan dalam VIII Bab, sudah barang tentu penulis bermaksud membongkar kajian lintas agama dengan perspektif berbeda bahwa betapa agama masih relevan untuk terus diperbincangkan.
Kajian dalam buku ini tergolong berat dan serius secara akademik. Jika dilihat secara garis besar, fokus studi buku setebal xv + 535 ini, dirumuskan dalam dua rumusan masalah. Pertama, bagaimana pandangan Ibn ’Arabi, Rumi dan Al Jili tentang kesatuan agama-agama; dan kedua, dimana letak kesatuan dan perbedaan (agama-agama). Adapun mengenai dua permasalahan tersebut, akan dibahas menggunakan pendekatan hermeneutik rekonstruksi, yaitu membangun kembali pemahaman atau penafsiran atas (makna) teks seperti yang dimaksud oleh pengarangnya, dan bukan membuat makna baru yang berbeda dengan apa yang dibangun oleh penulis teks.
Dialog Sebagai Upaya Mewujudkan Kesatuan
Dalam kehidupan beragama, dialog adalah peluang bagi terwujudnya pemahaman yang toleran serta ruang dalam menciptakan perdamaian. Dialog yang sejati akan membawa harapan baru bagi manusia. Ketika orang menemui jalan buntu dan atau tidak mempunyai harapan lagi, dialog membuka kemungkinan-kemungkinan baru. Dengan dialog juga, memungkinkan warga membangun suatu masyarakat yang harmonis berdasarkan nilai kebenaran, keadilan, kasih, dan kebebasan. Dialog membuka ruang untuk memelihara dan mengembangkan relasi yang benar (right relationship) antara pencipta, sesama, diri sendiri, dan alam-lingkungan.
Menutup jalan dialog dengan menjalankan kehidupan beragama secara eksklusif cendrung melahirkan perbedaan. Menurut penulis dengan nama lengkap Media Zainul bahri, perbedaan dari bentuk-bentuk agama lebih disebabkan oleh interaksi antara Pencipta dan respon manusia. Respon yang berdasarkan kapasitas dan pengetahuan, menunjukkan bahwa manusia bebas memilih keyakinan dan sikap keagamaan yang kelak dimintai pertanggungjawaban. Jika dihadapkan pada ketiga pandangan tokoh dalam kajian lintas agama ini menunjukkan, bahwa semua agama yang berbeda dan beragam sesungguhnya memiliki hubungan satu sama lain, keterkaitan, titik temu bahkan kesatuan, karena berasal dari Tuhan yang Esa.
Di tengah usaha mempertemukan dialog antar agama, buku ini tentu saja sangat mendukung dijadikan sebagai pegangan, apalagi gagasan-gagasan dalam buku ini didukung secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Tidak tangung-tangung, buku yang juga diperkaya oleh tulisan Kamarudin Hidayat-Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam tulisan pembuka, merupakan salah satu bentuk apresiasi atas kapabilitas penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
Dalam konteks Indonesia yang majemuk, penulis beranggapan, pandangan-pandangan keagamaan yang toleran dan inklusif perlu terus diupayakan dan disosialisasikan. Apalagi mayoritas Muslim Indonesia dengan nilai-nilai ketimuran yang dikenal santun dan toleran merupakan modal sosial yang baik. Ibarat benih yang unggul, tinggal terus disirami dan diberi pupuk yang memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar