Judul Buku : Habibie & Ainun
Penulis : Bacharuddin Jusuf Habibiee
Penerbit : PT. THC Mandirijakarta
Cetakan : Pertama, 30 November 2010
Tebal : xi + 323
Harga : Rp.
Penulis : Bacharuddin Jusuf Habibiee
Penerbit : PT. THC Mandiri
Cetakan : Pertama, 30 November 2010
Tebal : xi + 323
Harga : Rp.
Peresensi : Ashabul Fadhli, S.H.I
Sederhana, nasionalis, dan penuh etos kerja yang tinggi. begitulah kiranya kata-kata yang tepat untuk menggambarkan tulisan Habibie dalam bukunya yang lebih mirip novel itu. Buku tersebut merupakan hadiah kepada istrinya almarhumah Hj. Hasri Ainun Habibiee binti R. Mohamad Basari, yang biasa ia panggil Ainun, telah lebih dahulu meninggalkannya, setelah menjalani operasi 12 kali dalam 4 minggu.
Tulisan dalam buku terbitan PT. THC Mandiri Jakarta ini juga merupakan permintaan dari berbagai kalangan, yang menganjurkan Habibie untuk menuliskan pengalaman dan rumah tangganya bersama Ainun dan buah hatinya, Ilham dan Thareq. Khusus bagi kehidupan Ainun yang memberikan teladan dan inspirasi sebagai “guru kehidupan”, yang mungkin akan berharga dan bermakna bagi masyarakat untuk dipetik sari-patinya. Bagi Habibie, dengan menulis buku ini telah menjadi terapi atas rasa kerinduannya kepada Ainun. Melalui kata pengantar Habibie mengatakan, “karena saya dan Ainun adalah dua raga tetapi hanya satu jiwa.”
Nama lengkap Bachruddin Jusuf Habibiee dalam buku “Habibie & Ainun”, menyajikan kisah perjalanan hidupnya bersama Ainun sang istri. Cerita tentang pertemuan pertamanya dengan Ainun tak luput diceritakan dalam buku ini. Ainun berasal dari keluarga Besari, Ciumbeluit bandung. Sebuah keluarga yang dipandang ramah, dan intelektual, dan terpelajar. Sepulangnya Habibie dari Jerman, keluarga Besari yang dahulunya tinggal di Cieumbeluit, kini sudah pindah ke jalan Rangga Malela no. 11B Bandung. Dari tempat inilah kisah itu dimulai.
Pagi itu, Fanny adik kandung Habibie mengajak Habibie untuk berkunjung ke keluarga Besari di Rangga Malela no. 11B. Dalam kunjungan itu Habibie tak menyangka akan bertemu dengan Ainun, demikian juga dengan Ainun terhadap Habibie. Mereka terakhir bertemu selepas SMA. Setelah itu Habibie memilih belajar insinyur ke Jerman, sedangkan Ainun masuk fakultas kedokteran di Jakarta. Sudah lebih 7 tahun mereka tidak bertemu. Maka wajar saja bila pertemuan mereka saat itu agak sedikit kaku dan spontanitas, sembari memuji satu sama lain. Pertemuan itu tampaknya membekas di hati mereka. Mengenai peristiwa tersebut, saat masa produktifnya Ainun sempat menuliskannya dalam buku A. Makmur Makka “Setengah Abad Prof. Dr.-Ing. B.J.Habibiee, Kesan & Kenangan” pada tahun 1986. Sebuah kenangan yang tak kan terlupakan.
Perjuangan dan Kerja Keras
Jelas terlihat bahwa Habibie mempunyai memory ingatan yang masih kuat di usianya sekarang. Kebersamaanya dengan Ainun semenjak usia remaja hingga Ainun mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai kata-kata terakhirnya diceritakan sejelas mungkin. Dalam beberapa cerita misalnya, saat Habibie harus berjuang hidup bersama Ainun di negeri orang. Habibie menceritakan bagaimana pahit-manisnya hidup di Oberforstbach, sekitar 30 KM dari Aachen-Jerman, tempat ia bekerja. Mulai dari kesehari-hariannya yang selalu disibukkan dengan pelbagai pekerjaan dan aktifitas. Saat malam larut Habibie baru bisa pulang ke rumah. Terkadang, Habibie harus berjalan kaki karena tidak ada bus lagi atau harus menghemat pengeluaran. Setibanya di rumah, Habibie masih harus disibukkan dengan membaca buku-buku dan thesisnya. Begitu pula ingatannya tentang Ainun, ketika Ainun bertugas untuk mengatur ekonomi keluarga (berhemat), memperhatikan kesehatan suami agar tidak mudah sakit, hingga mensiati makanan yang murah namun memenuhi gizi bagi keluarga.
Hidup dalam keterbatasan pernah dijalaninya bersama. Namun tidak sedikitpun Ainun pernah mengeluh hidup bersama Habibie yang jauh dari keluarga besarnya di Bandung. Ainun dan putra-putranya adalah semangat bagi Habibie. Habibie masih ingat bagaimana pandangan mata dan senyuman Ainun dapat menghilangkan lelah dan bebannya sepulang bekerja. Mata dan senyuman Ainun mencerminkan kebahagian dan cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi, tegas Habibie Habibie yang pernah menjadi Presiden ke-3 Indonesia itu.
Pengalaman hidup yang begitu inspiratif. Banyak hal yang bisa diambil dari kisah Habibie dan Ainun. Buku yang memuat 37 Bab ini, sangat menarik sekali untuk dibaca. Masing-masing Bab mengusung sebuah tema yang berbeda dan saling berkesinambungan. Semangat kerja keras Habibie dan ketulusan Ainun merupakan perpaduan yang sangat serasi. Dalam kacamata Hukum Keluarga, interaksi seperti ini setidaknya telah memenuhi konsep keluarga ideal.
Sebuah keluarga bisa dikatakan sebagai keluarga ideal jika keluarga tersebut mampu mendirikan dasar rumah tangganya di atas fondasi sakinah (ketentraman), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang). Artinya, keluarga ideal adalah keluarga yang tidak hanya berguna bagi keluarga itu sendiri, tapi juga berguna bagi kehidupan di lingkungan sosialnya. Dengan kata lain, untuk meraih prediket ini, sebuah keluarga tidak hanya bermanfaat bagi anggota keluarganya saja, tapi juga berguna bagi masyarakat luas.
Buku dengan cerita pengalaman hidup Habibie dan Ainun ini, jelas berbeda dengan buku lain yang sejenisnya. Selain disuguhkan dalam bentuk novel agar enak dibaca, buku ini sepertinya ditulis dengan rasa penuh emosional dan kaya akan rasa. Petikan-petikan tulisan Ainun dalam beberapa referensi memperkaya tulisan Habibie yang terkesan membentuk kesatuan. Sehingga cerita dalam buku ini saling menguatkan antara tulisan Habibie dan tulisan Ainun. Pesona membaca yang jarang sekali bisa ditemukan.
Dalam akhir penulisan buku ini, sayangnya Habibie tidak menghadirkan lembaran kata penutup sebagai finishing dari tulisannya tersebut. Walaupun demikian, secara esensial hal itu tidak berpengaruh besar terhadap isi cerita. Namun, sebagai gantinya, Habibie menuliskan beberapa kesimpulan atas perasaannya kepada Ainun. Untuk menyempurnakan kesimpulan itu, pada halaman akhir ditutup dengan doa Habibie untuk Ainun yang dipanjatkannya seusai shalat subuh, untuk menenangkan dan mengurangi kegelisahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar