Jumat, 31 Mei 2013

Anak dalam kacamata Al Qur'an

Kata “anak” dalam Ensiklopedi hukum Islam didefinisikan sebagai orang yang lahir dalam rahim ibu, baik laki-laki maupun perempuan atau khunsa yang merupakan hasil persetubuhan dua lawan jenis. Menurut sumber ini, pengertian anak semata-mata dinisbatkan pada konteks kelahiran dan posisinya sebagai seorang laki-laki atau perempuan. Al Qur’an sendiri mendifinikan anak dengan istilah yang beragam. Term-term tersebutakan diuraikan sebagai berikut:

1.      al-walad.
Al Qur’ansering menggunakan kata al-walad untuk menyebut anak. Kata al-walad dengan segala bentuk derivasinya terulang Al Qur’ansebanyak 65 kali. Dalam bahasa Arab kata walad jamaknya awlad, berarti anak yang dilahirkan oleh orangtuanya, baik berjenis  kelamin laki-laki maupun  perempuan,  besar atau kecil,  baik untuk mufrad (tunggal), tatsniyah (dua) maupun jama’ (banyak).  Karenanya, jika anak belum lahir, berarti ia belum dapat disebut sebagai al-walad atau al-mawlud, melainkan al-janin, yang secara etimologis terambil dari kata janna-yajunnu, berarti al-mastur dan al-khafiy yakni  sesuatu yang tertutup dan tersembunyi (dalam rahim sang ibu).

Dalam al-Qur’an, kata walad dipakai untuk menggambarkan adanya hubungan keturunan, sehingga kata walid, berarti ayah kandung, demikian pula kata walidah (ibu kandung).  Ini berbeda dengan kata ibn, yang tidak mesti menunjukkan hubungan keturunan. Jadi, ibn bisa berarti  anak kandung dan anak angkat. Demikian pula  kata ab (bapak),   bisa berarti ayah kandung dan ayah angkat.

2.      ibn.
Al Qur’anjuga menggunakan kata ibn untuk menyebut anak. Kata ibn ini dengan segala bentuk derivasinya terulang sampai 161 kali. Lafaz ibn menunjuk pada pengertian  anak laki-laki yang tidak ada hubungan nasab, yakni anak  angkat,  contohnya adalah pernyataan tradisi orang-orang Jahiliyah yang menisbatkan anak angkatnya seolah-olah seperti anaknya sendiri, sehingga anak angkat itu berhak untuk mewarisi hartanya, tidak boleh dinikahi dan sebagainya.. Padahal dalam al-Qur’an, perilaku seperti itu tidak diperbolehkan. Allah Swt berfirman:
وَمَاجَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ
Artinya “… dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikianitu hanyalah perkataan dimulutmu saja …”. (Q.S al-Ahzab: 4)

3.      bint.
Dalam Al Qur’an ketika disebut bint,  jamaknya banat,  berarti merujuk pada pengertian anak perempuan. Kata tersebut  dengan berbagai macam bentuknya, terulang dalam Al Qur’ansebanyak  19 (sembilan belas) kali.

Sehubungan dengan anak perempuan, Al Qur’an memberikan informasi  tentang  bagaimana orang-orang jahiliyah memandang dan memperlakukan anak perempuan. Misalnya,  mereka menganggap  anak perempuan sebagai aib keluarga sehingga mereka pun tega mengubur anak perempuan mereka dalam keadaan hidup-hidup. Al Qur’an mengecam tindakan tersebut sebagai kejahatan, dosa besar dan kebodohan  (Q,S al Nahl 58-59). Lebih parah lagi,  orang-orang Jahiliyah juga menisbatkan anak-anak perempuan untuk Allah, sementara  mereka sendiri lebih memilih anak-anak laki-laki (Q.S al Thur 39 dan al Nahl 57). Padahal sesunguhnya Allah Swt tidak memiliki anak, karena Dia Esa, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan (Q.S. al-Ikhlas: 1-4). 

4.      Dzurriyyah
Al Qur’anjuga menggunakan kata dzurriyyah untuk menyebut anak cucu atau keturunan. Kata tersebut terulang  dalam Al Qur’an sampai  32  (tiga puluh dua)  kali. Sebagian besar ayatnya berkaitan dengan masalah harapan atau doa orangtua untuk memperoleh anak keturunan yang baik. Sebagian lagi berkaitan dengan peringatan Allah agar jangan sampai meninggalkan anak-anak yang bermasalah, sebagian lagi berkaitan dengan masalah balasan yang akan diterima oleh orangtua yang memiliki anak-anak yang tetap kokoh dalam keimanannya.

5.       Hafadah
Dalam Al Qur’an, term hafadah   bentuk jamak dari hafid,  dipakai untuk  menunjukkan pengertian cucu (al-asbath) baik untuk cucu yang masih hubungan kerabat atau  orang lain. Kata tersebut merupakan derivasi dari kata hafada yang berarti  berkhidmah (melayani) dengan cepat dan tulus. Ini memberikan isyarat bahwa anak cucu sudah semestinya dapat berkhidmat kepada orangtuanya secara tulus,  mengingat orangtualah yang menjadi sebab bagi anak dan cucu terlahir ke dunia.  Dalam konteks ini Al Qur’anmenyatakan:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni`mat Allah?" Q.S al-Nahl: 72
6.       al-Shabiy
Kata tersebut terulang dua kali dalam al-Qur’an,  yaitu: Pertama, pada surat Maryam ayat 12. Kata al-Shabiyyu dalam ayat tersebut berarti kanak-kanak. Ayat itu memberikan informasi bahwa Allah memberikan menyuruh mempelajari kitab Taurat kepada Yahya dan memberinya hikmah (pemahaman atas kitab Taurat dan pendalaman agama), pada waktu Yahya masih kanak-kanak dan  belum baligh. Demikian kurang lebih penjelasan al-Thabari, sebagaimana dikutip oleh Ali Al Shabuni   dalam kitab Shafwatu al-Tafasir.

Kedua, pada ayat 29 surat  Maryam. Kata Shabiyyan  pada ayat tersebut menunjuk pada  pengertian anak yang masih dalam ayunan. Ketika itu Nabi Isa   disuruh ibunya berbicara dan menjelaskan tentang hal keadannya (yakni hamil dan punya anak tanpa suami) kepada orang Yahudi,  ia masih dalam keadaan menetek ibunya, ketika mendengar perintah ibunya, ia lalu melepaskan puting susu ibunya dan berbicara bahwa sesungguhnya saya (Isa) adalah hamba Allah yang diciptakan tanpa ayah…”.

7.       al-Thifl
Kata thifl bentuk jamaknya athfal dalam Al Qur’an terulang sebanyak empat kali, yaitu Q.S al-Nur: 31 dan 59,  al-Hajj:5, al-Mukmin: 67. Kata thifl mengandung arti anak yang di dalam ayat-ayat  tersebut tersirat fase perkembangannya. Dalam fase perkembangan anak itulah orang tua perlu mencermati dengan baik, bagaimana perkembangan anak-anak mereka. Sehingga jika ada gejala-gejala yang kurang baik (misalnya gejala autis),  maka dapat diberikan terapi sebelum terlambat. Semakin  baik orangtua memperhatikan masa perkembangan anaknya, maka Isnya Allah akan semakin baik pula hasil out putnya.

8.       al-Ghulam
Sedangkan kata al-ghulam dalam berbagai bentukanya diulang 13 ali dalam al-Qur’an, yaitu Ali Imran :40, Yusuf 19, al-Hijr 53, al Kahfi 80 Maryam 7, 8 dan 20 , al-Shaffat 101 dan al Dzariyat: 28. Kata ghulam berarti seorang anak muda, yang diperkirakan umurnya 14-21 tahun. Pada fase tersebut  perhatian orang tua harus lebih cermat. Sebab pada itulah mereka biasanya mengalami puber, krisis identitas,  dan bahkan perubahan yang luar biasa. 

Beragam defenisi anak yang diuraikan di atas, memberikan isyarat bahwa betapa Al Qur’an sangat memperhatikan kondisi sosial anak, baik yang menyangkut kedudukan anak, proses pendidikan dan  pemeliharaan anak, hak-hak anak, hukum-hukum yang terkait dengan anak, maupun cara berinteraksi yang baik. (..)

2 komentar:

  1. Makasih informasinya, boleh tau referensinya dari buku apa aja?..

    BalasHapus
  2. Makasih informasinya, selanjutnya mohon penjelasan bagaimana hadits tentang waladun shoolih yad'uulahu, sementara sang orang tuanya tidak dikarunia walad.

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar