Kata
“anak” dalam Ensiklopedi hukum Islam didefinisikan sebagai orang
yang lahir dalam rahim ibu, baik laki-laki maupun perempuan atau khunsa yang
merupakan hasil persetubuhan dua lawan jenis. Menurut sumber ini, pengertian anak
semata-mata dinisbatkan pada konteks kelahiran dan posisinya sebagai seorang
laki-laki atau perempuan. Al Qur’an sendiri mendifinikan anak dengan istilah yang beragam. Term-term tersebutakan diuraikan sebagai berikut:
1. al-walad.
Al Qur’ansering
menggunakan kata al-walad untuk menyebut anak. Kata al-walad dengan
segala bentuk derivasinya terulang Al Qur’ansebanyak 65 kali. Dalam bahasa Arab
kata walad jamaknya awlad, berarti anak yang dilahirkan oleh
orangtuanya, baik berjenis kelamin
laki-laki maupun perempuan, besar atau kecil, baik untuk mufrad (tunggal), tatsniyah
(dua) maupun jama’ (banyak). Karenanya, jika anak belum lahir, berarti ia
belum dapat disebut sebagai al-walad atau al-mawlud, melainkan al-janin,
yang secara etimologis terambil dari kata janna-yajunnu, berarti al-mastur
dan al-khafiy yakni sesuatu yang
tertutup dan tersembunyi (dalam rahim sang ibu).
Dalam
al-Qur’an, kata walad dipakai untuk menggambarkan adanya hubungan
keturunan,
sehingga kata walid, berarti ayah kandung, demikian pula kata walidah
(ibu kandung). Ini berbeda dengan
kata ibn, yang tidak mesti menunjukkan hubungan keturunan. Jadi, ibn bisa
berarti anak kandung dan anak angkat.
Demikian pula kata ab (bapak), bisa berarti ayah kandung dan ayah angkat.
2.
ibn.
Al
Qur’anjuga menggunakan kata ibn untuk menyebut anak. Kata ibn ini
dengan segala bentuk derivasinya terulang sampai 161 kali. Lafaz ibn
menunjuk pada pengertian anak laki-laki
yang tidak ada hubungan nasab, yakni anak angkat,
contohnya adalah pernyataan tradisi orang-orang Jahiliyah yang
menisbatkan anak angkatnya seolah-olah seperti anaknya sendiri, sehingga anak
angkat itu berhak untuk mewarisi hartanya, tidak boleh dinikahi dan
sebagainya.. Padahal dalam al-Qur’an, perilaku seperti itu tidak diperbolehkan.
Allah Swt berfirman:
وَمَاجَعَلَ
أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ
Artinya
“… dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri). Yang demikianitu hanyalah perkataan dimulutmu saja …”. (Q.S
al-Ahzab: 4)
3. bint.
Dalam Al Qur’an ketika disebut bint, jamaknya banat, berarti merujuk pada pengertian anak
perempuan. Kata tersebut dengan berbagai
macam bentuknya, terulang dalam Al Qur’ansebanyak 19 (sembilan belas) kali.
Sehubungan dengan anak perempuan, Al Qur’an memberikan
informasi tentang bagaimana orang-orang jahiliyah memandang dan
memperlakukan anak perempuan. Misalnya,
mereka menganggap anak perempuan
sebagai aib keluarga sehingga mereka pun tega mengubur anak perempuan mereka
dalam keadaan hidup-hidup. Al Qur’an mengecam tindakan tersebut sebagai kejahatan,
dosa besar dan kebodohan (Q,S al Nahl
58-59). Lebih parah lagi, orang-orang
Jahiliyah juga menisbatkan anak-anak perempuan untuk Allah, sementara mereka sendiri lebih memilih anak-anak
laki-laki (Q.S al Thur 39 dan al Nahl 57). Padahal sesunguhnya Allah Swt tidak
memiliki anak, karena Dia Esa, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan (Q.S.
al-Ikhlas: 1-4).
4. Dzurriyyah
Al Qur’anjuga menggunakan kata dzurriyyah untuk menyebut
anak cucu atau keturunan. Kata tersebut terulang dalam Al Qur’an sampai 32
(tiga puluh dua) kali. Sebagian
besar ayatnya berkaitan dengan masalah harapan atau doa orangtua untuk
memperoleh anak keturunan yang baik. Sebagian lagi berkaitan dengan peringatan
Allah agar jangan sampai meninggalkan anak-anak yang bermasalah, sebagian lagi
berkaitan dengan masalah balasan yang akan diterima oleh orangtua yang memiliki
anak-anak yang tetap kokoh dalam keimanannya.
5. Hafadah
Dalam Al Qur’an, term hafadah
bentuk jamak dari hafid, dipakai
untuk menunjukkan pengertian cucu (al-asbath)
baik untuk cucu yang masih hubungan kerabat atau orang lain. Kata tersebut merupakan derivasi dari kata hafada
yang berarti berkhidmah (melayani)
dengan cepat dan tulus. Ini memberikan isyarat bahwa anak cucu sudah semestinya
dapat berkhidmat kepada orangtuanya secara tulus, mengingat orangtualah yang menjadi sebab bagi
anak dan cucu terlahir ke dunia. Dalam
konteks ini Al Qur’anmenyatakan:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ
لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
Artinya: Allah menjadikan bagi kamu
isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri
kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik.
Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni`mat Allah?"
Q.S al-Nahl: 72
6. al-Shabiy
Kata tersebut terulang dua kali dalam al-Qur’an, yaitu: Pertama, pada surat Maryam ayat
12. Kata al-Shabiyyu dalam ayat tersebut berarti kanak-kanak. Ayat itu
memberikan informasi bahwa Allah memberikan menyuruh mempelajari kitab Taurat
kepada Yahya dan memberinya hikmah (pemahaman atas kitab Taurat dan pendalaman
agama), pada waktu Yahya masih kanak-kanak dan
belum baligh. Demikian kurang lebih penjelasan al-Thabari, sebagaimana
dikutip oleh Ali Al Shabuni dalam kitab
Shafwatu al-Tafasir.
Kedua, pada ayat 29 surat Maryam.
Kata Shabiyyan pada ayat tersebut
menunjuk pada pengertian anak yang masih
dalam ayunan. Ketika itu Nabi Isa
disuruh ibunya berbicara dan menjelaskan tentang hal keadannya (yakni
hamil dan punya anak tanpa suami) kepada orang Yahudi, ia masih dalam keadaan menetek ibunya, ketika
mendengar perintah ibunya, ia lalu melepaskan puting susu ibunya dan berbicara
bahwa sesungguhnya saya (Isa) adalah hamba Allah yang diciptakan tanpa ayah…”.
7.
al-Thifl
Kata thifl bentuk jamaknya athfal dalam Al Qur’an terulang
sebanyak empat kali, yaitu Q.S al-Nur: 31 dan 59, al-Hajj:5, al-Mukmin: 67. Kata thifl mengandung
arti anak yang di dalam ayat-ayat
tersebut tersirat fase perkembangannya. Dalam fase perkembangan anak
itulah orang tua perlu mencermati dengan baik, bagaimana perkembangan anak-anak
mereka. Sehingga jika ada gejala-gejala yang kurang baik (misalnya gejala
autis), maka dapat diberikan terapi
sebelum terlambat. Semakin baik orangtua
memperhatikan masa perkembangan anaknya, maka Isnya Allah akan semakin baik
pula hasil out putnya.
8.
al-Ghulam
Sedangkan kata al-ghulam
dalam berbagai bentukanya diulang 13 ali dalam al-Qur’an, yaitu Ali Imran
:40, Yusuf 19, al-Hijr 53, al Kahfi 80 Maryam 7, 8 dan 20 , al-Shaffat 101 dan
al Dzariyat: 28. Kata ghulam berarti seorang anak muda, yang
diperkirakan umurnya 14-21 tahun. Pada fase tersebut perhatian orang tua harus lebih cermat. Sebab
pada itulah mereka biasanya mengalami puber, krisis identitas, dan bahkan perubahan yang luar biasa.
Beragam
defenisi anak yang diuraikan di atas, memberikan isyarat bahwa betapa Al Qur’an sangat memperhatikan kondisi sosial anak, baik yang menyangkut kedudukan anak, proses pendidikan dan pemeliharaan anak, hak-hak anak, hukum-hukum
yang terkait dengan anak, maupun cara berinteraksi yang baik. (..)
Makasih informasinya, boleh tau referensinya dari buku apa aja?..
BalasHapusMakasih informasinya, selanjutnya mohon penjelasan bagaimana hadits tentang waladun shoolih yad'uulahu, sementara sang orang tuanya tidak dikarunia walad.
BalasHapus