Tepat berada
dua meter di depan saya, duduk seorang laki-laki paruh baya yang sibuk dengan
note-book berukuran 15 inc. Entah apa yang ia lakukan. Tumpukan buku dan
sejumlah berkas tertata tak teratur di meja kerjanya. Untuk memecah kejenuhan,
saya berniat memecah keheningan. Saya mau mengajaknya bicara. Saya membukanya dengan berkenalan. Kita
berjabat tangan. Genggamannya terasa erat membuat saya berpikir bahwa dia
adalah orang yang terbuka. Dugaan saya pun tak salah. Dia pun membuka
pembicaraan dengan menanyakan siapa saya. Anda dari mana? Dan seterusnya.,
Laki-laki paruh baya tersebut seorang
Doktor rupanya (selanjutnya saya akan menggunakan kata ganti dia). Dia mengajar untuk sebuah program studi untuk konsentrasi di bidang
pendidikan. Lima menit pertama, saya mulai suka dengan cara ia
mengeksplorasikan pemikirannya. Maklumlah, seorang Doktor. Apalagi dia juga
mengajar untuk kelas Pasca Sarjana.
Merasa cukup
dengan berbasa-basi, kita beralih pada pembicaraan yang lebih serius. Ya,
pembicaraan yang lebih akademik. Dia juga pernah aktif
dalam menyoroti isu kesetaraan. Bahkan dalam naskah yang sedang dia
kerjakan sekarang, dia tetap memasukkan isu tersebut ke dalam karyanya yang akan
segera diterbitkan oleh salah satu penerbit di Semarang. Sepertinya Bapak ini
penulis yang produktif. Walau kemungkinan dalam tulisannya hanya dibahas secara
implisit, namun itu terasa sudah cukup.
Kemudian dia
berlanjut pada pembicaraan tentang persoalan matrilineal di Minangkabau.
Matrilineal adalah konten handal yang selalu diasumsikan sebagai simbol bahwa
isu kesetaraan gender tidak layak dibahas di Minagkabau. Hampir setiap orang
minang yang saya temui mengatakan seperti itu. Persoalnnya (katanya) jelas, ketika
pihak ibu (perempuan) menjadi peraih tahta dan kuasa yang bersifat warisan,
maka laki-laki diasumsikan sebagai golongan kedua yang harus mengalah atas
nilai sosial yang ia terima dan mempengaruhinya, dan ia menyebutnya dengan
custom.
Ia
melanjutkan, jika dilihat dewasa ini, para perempuan yang tidak hanya di ranah
minang, secara akademik, ekonomi dan sosial telah mengalami perkembangan yang
begitu signifikan. Indikasinya adalah, banyak perempuan yang telah merdeka
secara finansial. Perempuan sekarang sudah banyak yang bekerja. Perempuan zaman
sekarang tidak banyak lagi yang ekonominya bergantung kepada pasangannya. Mereka
telah punya pemasukan sendiri.
Pada bagian
di atas, beliau mungkin lupa, bahwa isu keadilan gender bukan terletak pada
ranah siapa yang menerima waris-tidak menerima waris dan siapa yang
bekerja-yang tidak bekerja. Namun sejatinya lebih pada relasi kekerasan yang
terdapat di dalam pola relasi yang telah mereka ciptakan sendiri. Apalah
gunanya mendapatkan warisan, namun peran pengambil kebijakan dalam ranah adat
para perempuan (bundo kanduang) nya tidak pernah diikutkan? Apalah gunanya
kalaw istri yang bekerja dengan penghasilan tinggi namun masih mendapatkan pola
double burden di rumah tangganya? bahkan tidak jarang ditemukan KDRT. Syukur-syukur
kalau ia nyaman dalam menjalankan pekerjaannya. Bagaimana kalau tekanan dan
kebijakan deskriminatif adalah pernak-pernik yang selalu menghiasi hari-hari
mereka di tempat bekerja? Layaknya buruh dan beberapa karyawan swasta yang
sering turun ke jalan. Atau aturan-aturan perusahaan di tempat ia bekerja yang tidak
ramah dan sensitive terhadap hak-haknya sebagai perempuan? Dan masih banyak
lagi,
Selesai
menikmati sarapan di lapau dekat kos-kosan kemarin, saya juga sempat
diskusi kecil dengan teman seperjuangan sewaktu masih sekolah di antara Gung
Merapi dan Singgalang. Kita membicarakan beberapa hal yang dianggap penting saat itu. Seraya saya bercerita tentang diskusi singkat dengan seorang Bapak yang saya temui tempo hari. Pendek kata, isu ini mungkin tidak akan terlahir ideal, karena masyarakat kita
masih menanamkan pola relasi yang familiar dengan sebutan patriarkhi. Ini adalah masalah sosial. Tak ada salahnya ketika kita peduli untuk terlibat di
dalamnya. Siapapun yang masih bisa memberikan pandangan dan masukan tentang
pentingnya suatu perubahan, kenapa tidak.
Celebrate
for International Women Day.
Selamat
merayakan hari perempuan sedunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar