Seakan tiada habisnya, peredaran narkoba di Negeri pertiwi seperti
mendapat tempat di hati para pemujanya. Mereka yang terlibat sebagai produsen,
pemasok, kurir, pemakai dan penyedia fasilitas tak lebih dari lingkaran setan.
Pembunuh berdarah dingin. Lambat tapi pasti. Pelan namun mematikan. Dengan
jenis yang cukup beragam, dewasa ini barang haram tersebut kembali menjadi
sorot penggerak media, aparat penegak hokum (APH), akademia hingga sosialita.
Menurut salah satu portal yang khusus berisikan tentang bahasa (kamus) slank,
dulunya sosialita diterjemahkan sebagai seorang kaya yang dermawan. Waktunya banyak
dihabiskan untuk menyisihkan kekayaannya mengurus masalah-masalah yang dapat
membantu orang lain, untuk itu berarti "aktif secara sosial". kamusslang.com
Lain dulu lain sekarang. Seiring perkembangan zaman, dinamika
komunikasi yang hidup di tengah masyarakat turut meningkat. Tanpa disadari,
budaya teknologi mempunyai pengaruh yang besar atas metaforfosis gaya hidup.
Media sosial adalah salah satunya. Konten ini menjadi tempat yang paling banyak
digandrungi, termasuk oleh para sosialita. Jadi tak salah jika saya
beranggapan, sosialita tak harus seorang yang kaya, namun ketersediaan
komunitas dan adanya kegiatan adalah bagian esensial dari sebuah perkumpulan
yang disebut sosialita.
Melalui kegiatan awal tahun, sosialita KPK (Kebersamaan Paralu Kawan) Bukittinggi,
yang saat itu berangkat enam orang (saat ini KPK Bukittinggi beranggotakan belasan orang, beberapa diantaranya berdomisili di luar kota Bukittinggi), melakukan jalan bersama dalam tajuk “10 tahun KPK Bukittinggi; Road-play and campaign”. Memilih garis star dari pertigaan Jambu Air-Bukittinggi
(15/01), mobil bergerak menuju Malalak. Panjangnya trek jalan yang cukup
menikung, tak lantas mebuat Adi Kamek menurunkan kecepatan. Target satu ajam
menjadi acuan mengapa Adi terus mengkebut laju mobil. Namun, aksi tersebut diakhiri
dengan kebutan yang dibalas oleh sopir Tranex jurusan Bukittinggi-Pariaman, Terang
Bulan. Adi mengalah. Penumpang kecewa.
Sebelum bergerak lebih jauh ke Tiku, daerah pantai yang terletak
40menit dari Kota Pariaman, KPK lebih dahulu singgah ke pasie piaman.
Disana telah menunggu Uda Pandi berkaos biru, yang katanya pareman tanamo di pasie
piaman. “Kalaw daerah siko, lah
tampai awak mah” ucapnya ketika ditemui di tepi pantai Gondariah yang khas
dengan dialek ajo-nya. Tidak berlama-lama, seusai memarkir mobil di bibir
pantai, KPK berjalan beriring lengkap dengan atribut kemeja hitam, tak lupa dengan
embel-embel campaign “say no to drug” yang dibordir di kanan atas kemeja (bahu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar