Selasa, 29 Januari 2013

Sosialita KPK, Galang Campaign Anti Narkoba


Seakan tiada habisnya, peredaran narkoba di Negeri pertiwi seperti mendapat tempat di hati para pemujanya. Mereka yang terlibat sebagai produsen, pemasok, kurir, pemakai dan penyedia fasilitas tak lebih dari lingkaran setan. Pembunuh berdarah dingin. Lambat tapi pasti. Pelan namun mematikan. Dengan jenis yang cukup beragam, dewasa ini barang haram tersebut kembali menjadi sorot penggerak media, aparat penegak hokum (APH), akademia hingga sosialita.

Menurut salah satu portal yang khusus berisikan tentang bahasa (kamus) slank, dulunya sosialita diterjemahkan sebagai seorang kaya yang dermawan. Waktunya banyak dihabiskan untuk menyisihkan kekayaannya mengurus masalah-masalah yang dapat membantu orang lain, untuk itu berarti "aktif secara sosial". kamusslang.com



Lain dulu lain sekarang. Seiring perkembangan zaman, dinamika komunikasi yang hidup di tengah masyarakat turut meningkat. Tanpa disadari, budaya teknologi mempunyai pengaruh yang besar atas metaforfosis gaya hidup. Media sosial adalah salah satunya. Konten ini menjadi tempat yang paling banyak digandrungi, termasuk oleh para sosialita. Jadi tak salah jika saya beranggapan, sosialita tak harus seorang yang kaya, namun ketersediaan komunitas dan adanya kegiatan adalah bagian esensial dari sebuah perkumpulan yang disebut sosialita.

Tak sulit untuk membentuk atau bergabung dalam paguyuban sosialita. Dalam kontek yang sederhana, budaya yang dihasilkan (komunitas) anak nongkrong seperti terlibat dalam kegiatan social adalah ragam dari sosialita.

Melalui kegiatan awal tahun, sosialita KPK (Kebersamaan Paralu Kawan) Bukittinggi, yang saat itu berangkat enam orang (saat ini KPK Bukittinggi beranggotakan belasan orang, beberapa diantaranya berdomisili di luar kota Bukittinggi), melakukan jalan bersama dalam tajuk “10 tahun KPK Bukittinggi; Road-play and campaign”. Memilih garis star dari pertigaan Jambu Air-Bukittinggi (15/01), mobil bergerak menuju Malalak. Panjangnya trek jalan yang cukup menikung, tak lantas mebuat Adi Kamek menurunkan kecepatan. Target satu ajam menjadi acuan mengapa Adi terus mengkebut laju mobil. Namun, aksi tersebut diakhiri dengan kebutan yang dibalas oleh sopir Tranex jurusan Bukittinggi-Pariaman, Terang Bulan. Adi mengalah. Penumpang kecewa.

Sebelum bergerak lebih jauh ke Tiku, daerah pantai yang terletak 40menit dari Kota Pariaman, KPK lebih dahulu singgah ke pasie piaman. Disana telah menunggu Uda Pandi berkaos biru, yang katanya pareman tanamo di pasie piaman. “Kalaw  daerah siko, lah tampai awak mah” ucapnya ketika ditemui di tepi pantai Gondariah yang khas dengan dialek ajo-nya. Tidak berlama-lama, seusai memarkir mobil di bibir pantai, KPK berjalan beriring lengkap dengan atribut kemeja hitam, tak lupa dengan embel-embel campaign “say no to drug” yang dibordir di kanan atas kemeja (bahu).

Untuk konteks campaign, sudah barang tentu cara tersebut dapat dibilang postitif-persuasive. Walawpun tidak mendatangkan banyak massa seperti aksi kebanyakan, kegiatan ini tetap berjalan lancar. Pasie piaman yang diramaikan oleh remaja awal (11-16th), remaja tengah (16-19th) dan beberapanya adalah remaja akhir (19-24th), adalah ladang subur untuk menabur benih tentang pentingnya untuk menjauhi narkoba dan sejenisnya. Meski tak diwarnai dengan semangat orasi, aksi tersebut dirasa sudah cukup berjalan melihat tingginya perhatian dan sorotan mata yang melengah ke arah kamera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar