Kamis, 24 Januari 2013

Banjir Kemiskinan


Nurani siapa yang tidak care melihat genangan air di Jakarta. Banjir itu menyisakan permasalahan yang seakan-akan terlihat baru. Sederatan persoalan social, ekonomi baakan politik, mencuat dominan. Bagaimana tidak, lima hari sejak terendamnya Ibu Kota oleh air hujuan akibat perubahan iklim mengundang potensi akan kisruhnya kekuatan dan politik mikro mulai dari elemen masyarakat hingga ke jenjang pemerintahan.

Rasa berduka yang begitu mendalam terlihat jelas di seantero kota. Wajar saja bukan. Kerugian yang tidak sedikit dan harus menjadi pilihan yang harus dijajaki oleh masyarakat Jakarta ke depan. Teremdamnya ratusan bahkan ribuan rumah, kerusakan infrastruktur ibu kota, krisis sosial bahkan ancaman kehilangan pekerjaan adalah syarat dari indikasi dari banjir musiman tahun ini. Ancaman terbesar bukanlah seberapa besar rupiah yang ditanggung Negara akibat banjir yang telah meporak-porandakan Ibu Kota, namun ancaman terbesarnya adalah “kemiskinan”, yang siap menjangkiti ibu kota. Jika tidak segera disikapi dan ditindak lanjuti secara serius, bahaya banjir kemiskinan tentu akan menjadi persoalan terbesar yang akan dihadapi Negara.

Kekhawatiran saya adalah, dalam keadaan yang serba sulit secara psikis dan ekonomi, masyarakat berbalik dan antipati terhadap pemerintahan. Masyarakt tidak lagi berharap terlalu banyak kepada Negara atas subordinasi yang mereka terima. Pemerintah dianggap tidak serius. Walawpun Aksi Jokowi dan Ahok jelas tidak bisa dipandang sebelah mata. Namun ketika kesejahteraan tersebut tidak sampai ke tangan mereka, jangan salahkan kalau masyarakat memilih jalan belakang.

Saya masih ingat, ketika membaca tulisan Adam Smith tentang Negara dan kemiskinan. Dalam sebuah artikel yang saya baca, Adam Smith berpendapat bahwa kemiskinan adalah musuh terbesar sebuah Negara. Secara prinsip, Negara jelas mempunyai kepentingan untuk memberikan kesejahteraan kepada seluruh elemen masyarakat. Kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan yang berasal dari berbagai lini, baik itu kesejahteraan ekonomi dan social, disamping tuntutan untuk mensejahterakan masyarakat pada tataran politik dan hukum. Apabila kewajiban Negara yang bersifat prinsipil di atas tidak dapat diwujudkan secara vertikal, tidak menutup kemungkinan Pemerintahan sebuah Negara akan mengalami kemunduran bahkan kehilangan stabilitas seperti yang diperkirakan dalam teori Adam Smith di atas.

Poinnya adalah, terjadi banjir periodik yang merendam ibu kota dalam fase lima tahun sekali, memperlihatkan bahwa pemerintah tidak siap, bahkan tidak mampu untuk menangani dirinya sendiri. Jangankan untuk menolong masyarakat yang geraknya bersifat dinamis dan heterogen, menopang tata kota saja masih berlalu dengan pengabaian sesaat, kemudian diseriusi lagi, diabaikan lagi, diseriusi lagi dan terus begitu hingga waktu yang saya pun tidak tahu sampai kapan. Entahlah.,

Tanggal yang bertintakan merah dengan segelas jus pokat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar