Nurani
siapa yang tidak care melihat genangan air di Jakarta. Banjir itu
menyisakan permasalahan yang seakan-akan terlihat baru. Sederatan
persoalan social, ekonomi baakan
politik, mencuat dominan. Bagaimana tidak, lima hari sejak terendamnya
Ibu Kota
oleh air hujuan akibat perubahan iklim mengundang potensi akan kisruhnya
kekuatan dan politik mikro mulai dari elemen masyarakat hingga ke
jenjang
pemerintahan.
Rasa berduka
yang begitu mendalam terlihat jelas di seantero kota. Wajar saja bukan.
Kerugian yang tidak sedikit dan harus menjadi pilihan yang harus dijajaki oleh
masyarakat Jakarta ke depan. Teremdamnya ratusan bahkan ribuan rumah, kerusakan
infrastruktur ibu kota, krisis sosial bahkan ancaman kehilangan pekerjaan
adalah syarat dari indikasi dari banjir musiman tahun ini. Ancaman terbesar bukanlah
seberapa besar rupiah yang ditanggung Negara akibat banjir yang telah
meporak-porandakan Ibu Kota, namun ancaman terbesarnya adalah “kemiskinan”,
yang siap menjangkiti ibu kota. Jika tidak segera disikapi dan ditindak lanjuti
secara serius, bahaya banjir kemiskinan tentu akan menjadi persoalan terbesar
yang akan dihadapi Negara.
Kekhawatiran
saya adalah, dalam keadaan yang serba sulit secara psikis dan ekonomi,
masyarakat berbalik dan antipati terhadap pemerintahan. Masyarakt tidak lagi
berharap terlalu banyak kepada Negara atas subordinasi yang mereka terima.
Pemerintah dianggap tidak serius. Walawpun Aksi Jokowi dan Ahok jelas tidak bisa
dipandang sebelah mata. Namun ketika kesejahteraan tersebut tidak sampai ke
tangan mereka, jangan salahkan kalau masyarakat memilih jalan belakang.
Saya masih
ingat, ketika membaca tulisan Adam Smith tentang Negara dan kemiskinan. Dalam
sebuah artikel yang saya baca, Adam Smith berpendapat bahwa kemiskinan adalah
musuh terbesar sebuah Negara. Secara prinsip, Negara jelas mempunyai
kepentingan untuk memberikan kesejahteraan kepada seluruh elemen masyarakat.
Kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan yang berasal dari berbagai
lini, baik itu kesejahteraan ekonomi dan social, disamping tuntutan untuk
mensejahterakan masyarakat pada tataran politik dan hukum. Apabila kewajiban Negara
yang bersifat prinsipil di atas tidak dapat diwujudkan secara vertikal, tidak
menutup kemungkinan Pemerintahan sebuah Negara akan mengalami kemunduran bahkan
kehilangan stabilitas seperti yang diperkirakan dalam teori Adam Smith di atas.
Poinnya
adalah, terjadi banjir periodik yang merendam ibu kota dalam fase lima tahun
sekali, memperlihatkan bahwa pemerintah tidak siap, bahkan tidak mampu untuk
menangani dirinya sendiri. Jangankan untuk menolong masyarakat yang geraknya
bersifat dinamis dan heterogen, menopang tata kota saja masih berlalu dengan pengabaian
sesaat, kemudian diseriusi lagi, diabaikan lagi, diseriusi lagi dan terus
begitu hingga waktu yang saya pun tidak tahu sampai kapan. Entahlah.,
Tanggal yang bertintakan merah dengan segelas jus pokat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar