Kamis, 24 Januari 2013

'Aisyiyah Peduli Aksi Anti-KTP


Salah satu rangkaian dari campaign terhadap aksi kemanusiaan adalah melakukan aksi sosialisasi terhadap anti kekerasan terhadap perempuan (KTP). Sebagai turunan dari problem human right, persoalan KTP secara intens digeluti oleh sejumlah NGO/LSM Perempuan. Indonesia merupakan bagian di dalamnya. Aksi tersebut adalah fiur aksi kemanusiaan yang melibatkan siapa saja yang memang peduli dan memiliki solidaritas sosial bagi mereka yang ter- bahkan di-marginalkan di lingkungan yang benama rumah tangga, masyarakat dan negara.

Sebagai salah seorang yang aktif akan isu di atas, saya merasa perlu untuk merespon hal positif yang dihasilkan oleh keputusan Sidang Tanwir ‘Aisyiyah. Pada tanggal 19-20 Oktober lalu di Yogyakarta, 'Aisyiyah mencanangkan bahwa isu tentang Perempuan dan Perlindungan Anak adalah bagian dari pekerjaan rumah mereka pada periode ke depan. Seiring dengan itu, saya pikir kebijakan tersebut patut untuk diapresiasi lebih jauh.

Sejumlah isu kekerasan terhadap Perempuan dan Anak belakangan memang kerap terjadi. Bahkan, menurut informasi yang di dapat melalui data Komisi Nasional permpuan (KOMNAS Perempuan) dan lembagan-lemabaga layanan terkait, jumlah  angka kekerasan tersebut terus meningkat secara signifikan.

Tak hanya itu, Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat, pada tahun 2010 saja terdapat sebanyak 148.486 perceraian atau sekitar 52.07% yang disebabkan karena meninggalkan kewajiban. Bila meninggalkan kewajiban dikategorikan sebagai penelantaran sebagaimana disebutkan dalam UU No.23 Tahun 2004, maka dapat dipastikan lebih dari 50% perkara perceraian disebabkan karena tindak kekerasan terhadap istri/perempuan (termasuk di dalamnya perkawinan anak).

Persoalan yang bersifat kebangsaan di atas, tentunya bukan menjadi pekerjaan rumah dan tanggung jawab ‘Aisyiyah semata. Selain menjadi tanggung jawab Negara yang ditelurkan melalaui Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 serta Undang-Undang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No. 23 tahun 2004, organisasi masyarakat (Ormas) dan lembaga terkait lainnya pun dihimbau agar turut mempunyai andil dan bagian dalam menyikapi isu kekerasan tersebut. Karena semakin banyak Ormas dan lembaga terkait yang bekerja sama dan care untuk menghapuskan kekerasan sebagai jalan dakwah, tentu semakin meminimalisir jumlah kekerasan yang akan terjadi selanjutnya.

Lapau bagonjong, depan Masjid Al Falah Jambu Aie.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar