Senin, 10 Oktober 2011

Teori Peran F. Ivan Nye (Therapy Role)


Struktur masyarakat adalah sebuah bagan yang bisa diagap keorganisasiannya berjalan sesuai dengan seleksi alam. Kemunduran (decline) ataupun keredupan (disapper) suatu bagian tertentu dalam lingkup struktur masyarakat adalah suatu hal yang pasti terjadi. Akan tetapi dengan adanya decline dan disapper akan menyuntikkan konsepsi baru yang ada kalanya merekontruksi atau bisa jadi mendeskontruksi konsepsi yang lama. Oleh karena itulah F. Ivan Nye memperkenalkan kepada kita bahwa peranan terapi (The Therapeutic Role) bukan suatu hal yang harus dihapus dalam struktur masyarakat akan tetapi peranan terapi adalah bagian yang masuk dalam proses penyatuan dalam struktur masyarakat.
Peranan Terapi Dalam Pembentukan Masyarakat Ideal
Berikut ini akan diulas terlebih dahulu tentang keterkaitan-keterkaitan dengan konseptual yang sudah, perana ekspresif, dan perana sosial-emosional:
a.    Keterkaitan dengan konseptual yang sebelumnya diantaranya: fungsi higienis mental yang dicetuskan oleh Blood dan Wolfe. Blood dan Wolfe memposisikan tingkahlaku sebagai obyek untuk diteliti lebih pada bagaimana produk dan hasil yang diakibatkan oleh perilaku tersebut. Berbeda dengan peranan terapi F. Ivan Nye lebih kepada term-term prosesi tingkah laku tersebut. Argumentasi Blood dan Wolfe itu kemudian memberikan arti bahwa psikoterapi itu tidak bisa dilakukan kepada semua orang lebih-lebih untuk selamanya. Pada taraf problematika yang serba berat, seseorang itu pasti cenderung untuk mendapatkan kesempatan bagi kesedihan perasaan, ruang gerak perasaan, penolongan kesulitan, dan untuk penyemangat emosi dan dorongan. Semua itu hanya bisa dengan dilakukan dengan “pernikahan”. Pernikahan akan membantu penyelesaian masalah yang dianggap sepele akan tetapi berdampak besar dalam masyarakat. Keadaan inilah akan mampu memberikan problem-solving untuk permasalahan yang sedang dihadapi. Komarovsky lebih memposisikan hubungan suami istri dalam pernikahan itu hanya sebagai komunikasi dan problem-sharing bukan sebagai problem-solving. Goode beranggapan bahwa semua permasalahan itu bisa teratasi dengan adanya pernikahan itu diposisikan sesuai dengan tujuannya. Sedangkan Gurin, Veroff, dan Feld itu lebih menekankan bagaimana penyelesaian masalah itu minimal didiskusikan tiap hari lebih hebat lagi tiap waktu. Whyte memetakan tentang peran istri yang bisa mengimbangi sang suami. Istri yang sholehah itu mampu mengimbangi ego suami yang terlalu tinggi sehingga istri akan menjadi pendidik bagi si suami dari segi emosional. Tingkat pendidikan suami itu sangat berpengaruh bagaimana sang suami itu mengarahkan visi dan misi dalam keluarga. Tingkat pendidikan yang rendah akan cenderung untuk ketidaksuksesan dalam problem-solving antara suami istri.
b.    Hubungan peranan ekspresif; mengekspresikan suatu kehendak itu butuh kecerdasan emosi yang memadai, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa setiap orang pasti mempunyai ego yang diperjuangkan. Untuk memposisikan agar ego selalu berdampak positif maka ego harus bisa menjadi mediator, konsiliator, dalam lingkup keluarga. Ego juga bisa menjadi media penuh dengan nuansa kasih-sayang, kecemasan, kehangatan, perasaan kepada anak-anak dalam lingkup keluarga. Ego juga bisa penghibur, sebagaimana para konselor membimbing para konseli yang tentunya semua itu juga tidak terlepas dengan pendekatan spiritual.
c.    Hubungan peranan sosial-emosional; yang jelas tingkah laku itu pasti tidak bisa terpisahkan dari bagaimana keadaan sosial di sekitar yang kemudian ditanggapi oleh perasaan. Pernikahan yang dibangun oleh suami-istri akan secara pasti menetapkan upaya peranan keduanya dalam membina anak-anaknya. Pengaruh sosial-emosional akan berdampak kepada bagaimana suami-istri itu akan membangun bagaimana peranannya dengan orang lain atau bagi anak-anaknya.
Definisi Normative
Berdasarkan literature sosiologi dan psikologi (konseling) ada empat perilaku positif yang bisa dijadikan mediasi untuk problematika antara suami-istri yaitu: menyimak curhatan problematika, simpati, memberikan perhatian perasaan dan kasih sayang, dan upaya menyelesaikan masalah. Keempat langkah tersebut kemudian berimbas kepada reaksi untuk mengkritisi problematika seseorang dan memupuk keyakinan. Terkadang seseorang dalam lingkup keluarga merasa tidak sadar bahwa mencari jalan keluar dari problem suami-istri itu bukan sebagai bingkaian normative yang berujung kepada kewajiban meskipun masih banyak yang beranggapan bahwa saling berjibaku untuk menyelesaikan problem adalah suatu kewajiban.
Problem yang setiap saat menghinggapi pasangan suami-istri secara umum mereka pecahkan dalam lingkup keduanya dan hal ini merupakan cerminan dari hasil kebanyakan pasangan suami-istri. Namun, ada pihak-pihak yang pada saat tertentu turut membantu bagaimana problematika yang menghinggapi, diantaranya; ayah, ibu, saudara perempuan, saudara laki-laki, anggota family yang lain, teman sejenis, teman beda jenis, tetangga, konselor ahli, dan tokoh agama. Semua itu dilakukan sebagai upaya sadar tentang kewajiban yang diemban untuk bersama-sama menyelesaikan masalah.
Penetapan Peranan Terapi
Sebagaimana pihak-pihak yang bisa membantu memecahkan masalah yang mendera pasangan suami-istri, ada titik penekanan yaitu menghapus rasa keraguan yang secara umum selalu menghinggapi kondisi batin suami-istri. Dua pihak yang sedang dirudung keraguan, pihak istrilah yang mempunyai kecenderungan untuk mencurahkan perasaannya kepada pihak yang lain. Meskipun pihak suami juga tidak jarang yang berusaha dengan berbagai pendekatan untuk menyelesaikan problem tersebut. Kecenderungan si istri dan suami berusaha untuk menyelesaikan dalam lingkup pasangan, kemudian merambah kepada pihak-pihak yang dirasa bisa memberikan solusi. Kedekatan dengan mereka akan memberikan pengaruh besar, begitu juga semakin tiada pengaruh maka cenderung tidak memberikan efek bagi mereka.
Ada kompetenisasi peranan yang bisa diandalkan untuk membantu mencari solusi bagi problematika yang sedang kritis. Pihak yang berhak untuk memainkan peran harus benar-benar mempunyai keahlian maupun berjiwa mediator. Pada saat tertentu suami-istri itu merasa cukup dengan performa peranan masing-masing, hal ini bisa diindikasikan dengan keharmonisan, kemesraan, dan penjiwaan dari masing-masing. Ketika tidak ada indikasi yang mengarah kepada ketiganya maka harus ada pihak-pihak yang bisa memberikan sugesti secara aktif dan berpositif thinking dalam berperan. Suami-istri yang membutuhkan pertolongan,dukungan perasaan, dan simpati tidak lain karena mereka telah dirudung kekurangkompetenan. Secara umum ada dua pengkategorian yang bisa dijadikan gambaran tentang suami-istri, yaitu; suami-istri yang merespon secara aktif dan positif terhadap problemnya pasti mempertimbangkan tentang kompetensi pencarian jalan keluarnya, sebagian minoritas yang bereaksi negative bagi problem suami-istri menampilakan hal ini sebagai ketepatan dan butuh pertolongan. Yang terpenting harus adanya pertimbangan yang lebih mengedepankan perilaku yang terbaik bagi keduanya.
Pengidentifikasian Dengan Peranan
Penting sekali untuk menyesuaikan dengan cara yang akan digunakan untuk kecocokan dengan kebisaaan yang lebih mudah untuk direspon antara suami-istri, apakah nanti bersifat pasif ataupun aktif. Pasif diartikan karena dia hanya bisa menyimak dan diartikan negative karena ketidaksukaan untuk menyimak atau merespon dengan kritis atau bisa jadi secara aktif dengan cara bersimpati, memberikan kasih sayang dan penentraman hati kembali untuk mencoba membantu menyelesaikan problematika yang dihadapi.
Pemilahan dengan menggunakan pendekatan normative, penetapan peranan, dan persetujuan untuk menguatkan peranan terapi yang semuanya menuju kepada penggapaian nilai-nilai yang mungkin bisa digapai dengan peranan terapi. Hal ini tidak lain sebagai penyemangat dan penggugah untuk menolong jalan keluar suatu permasalahan atau mencurhatkan permasalahan tersebut. Bisa jadi dengan dibenturkan permasalahan tersebut ada nilai-nilai yang terkuak yang kemudian menjadi pelengkap bagi tatapan perbaikan ke depan.
Distribusi Sosial Pada Perilaku Peranan Terapi
Adanya keseimbangan pendidikan dalam sosial kemasyarakatan tentunya akan memudahkan bagaimana upaya untuk menyelesaikan problematikan itu dengan mudah akan dijalankan. Dengan adanya pendidikan tersebut kelas sosial yang ada dalam masyarakat (pada sisi tertentu memang tidak bisa dinafikan) akan memberikan sumbangsih dukungan yang memadahi. Walaupun term-term perbedaan ekonomi juga menjadi penghalang untuk memaksimalkan peranan tersebtu seobyektif mungkin.
Skill individu juga perlu dipertimbangkan untuk membantu bagaimana peran sertanya dalam masyarakat. Tidak jarang baik perempuan maupun laki-laki bisa jadi aktif diberbagai kegiatan kemasyarakatan. Meskipun demikian tetaplah fungsi keluarga di tengah hal itu mampu dijadikan sebagai media untuk menggodok berbagai permasalahan yang sedang dihadapi. Sehingga pijakan-pijakan kaki untuk meniti jalan keseharian akan terasa ringan dan penuh dengan keberkahan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar